dan nikmati setiap prosesnya.

Saturday, March 23, 2013

[ Catatan Perjalanan Semeru, Menuju Puncak Abadi Para Dewa - Part. 3 ]

24-27 Agustus 2012, Summit Note



   Mendaki melintas bukit

   Berjalan letih menahan menahan berat beban

   Bertahan didalam dingin

   Berselimut kabut `Ranu Kumbolo`
   Menatap jalan setapak
   Bertanya-tanya sampai kapankah berakhir
   Mereguk nikmat coklat susu
   Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
   Bersama sahabat mencari damai
   Mengasah pribadi mengukir cinta
   Mahameru berikan damainya
   Didalam beku `Arcapada`
   Mahameru sebuah legenda tersisa`Puncak Abadi Para Dewa`.....


~Mahameru - Song of Dewa19 (1994)~




       Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 mdpl. Gunung ini masih aktif dan melakukan erupsi setiap beberapa menit dari kawahnya, Jonggring Saloka. Bagi pendaki yang beruntung, ia mereka dapat melihat hembusan wedus gembel dari puncak Gunung ini. Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi  Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT. Untuk mencapainya hanya ada satu jalur, yaitu Jalur Ranu Pane. Ranu Pane merupakan desa terakhir di Kabupaten Lumajang. Sekaligus titik awal pendakian yang berapa pada ketinggian 2.200 mdpl. Disini juga merupakan sekretariat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru(TNBTS) berada. Dapat dicapai dari Malang via Tumpang naik Jeep atau truk sayur (sebagian besar pendaki lewat jalur ini) dan dari Lumajang naik Jeep atau pick-up. 

       Jalur pendakian via Ranu Pane akan membawa para pendaki pada treck yang datar berkelok-kelok. Tidak ada tanjakan atau turunan yang berarti. Tapi hanya disuguhkan jalur panjang yang akan membosankan, sekaligus berdebu, sekalipun di waktu malam. Jalur tersebut meupakan jalur yang menyisir gunung-gunung kecil di sepanjang pegunungan Semeru. Dan tanjakan ekstra-ekstrim hanya akan didapati di akhit trek terebut, yaitu pada sebukit gersang berpasir halus, itulah Puncak Semeru. Oleh karena itu para pendaki lebih sering menyebut bukit itu Mahameru. Puncak tertinggi di Semeru. Sepanjang jalur pendaki akan melewati G. Ayek-Ayek, G. Jambangan dan G. Kepolo. Selain itu bakal disuguhkan banyak tempat-tempat eksotis seperti Watu Rejeng pd Gunung Ayek-Ayek, Danau Ranu Kumbolo yang tersohor, Tanjakan Cinta,  Oro-oro Ombo (sebuah padang lavender yang sangat luas) dan Situs Arcapada.



Menembus Hutan, Menyibak Malam, Berjuta Bintang

       Tepat pukul 18.15 Jeep yang kami tumpangi sampai di Ranu Pane. Hawa dingin menusuk meyambut kulit kami. Tapi tak memupus semangat kami untuk meneruskan perjalanan. Begitu pula para pendaki yang lain. Ranu Pane kala itu rame dengan para pendaki. Entah berapa puluh, kebanyakan adalah mereka yang turun. Ditemani Mbak Ipung, ane mengurus simaksi untuk perijinan pendakian. Ga beda jauh dengan simaksi di taman nasional lain. Cuma kalo disini harus pake Surat Sehat dari dokter. 13 Orang dalam daftar. Malam itu kami akan langsung bergerak menuju Ranu Kumbolo. Pos ke-4 pada peta. Setelah mengisi perut di warung kami bergegas. Dengan tim yang sama. Tepat di pukul 20.00 waktu Ranu Pane. Bismillah


 


Pos Ranu Pane, simaksi dan briefing


       Sinar bulan menjadi kelabu, karena kabut gunung yang mengadu. Kami berjalan, gapura Slamat Datang sudah terlewat. Melewati jalan tanah lebar di antara kebun warga Tengger. 15 menit berselang, berbelok kiri melewati jalan setapak kecil yang menanjak. Debu langsung bertebaran diayak kaki-kaki dekil penakluk rimba. Ladang warga sudah tak nampak, kami mulai memasuki hutan gelap. Senter menjadi mata kami. Setelah tanjakan berakhir jalan menjadi datar dan bertatakan batu bata. Buka tanah, mirip jalan di kraton kraton jaman dulu. Tak lama berselang sampailah kami pada Pos ke-2, 'Landengan Dowo'. 3 kilometer dari Ranu Pane. 

       Oh, iya sepanjang jalur Pendakian Semeru pendaki tak perlu khawatir sekalipun berjalan di waktu malam. Penanda tiap pos dan shelter sangat jelas disertai jarak tiap pos. Sangat membantu dalam memperkirakan waktu perjalanan. Pos satu kami tempuh dengan cepat dan mudah. Kami terus meringsek ke dalam hutan. Jalut bertatakan batu-bata ga ada habisnya. Sungguh-sungguh 'Dowo (panjang)'. Sesuai namanya. Kami menyisir punggung kiri sebuah bukit. Lama-kelamaan tim terpisah menjadi 2, seperti kebanyakan pendakian. kelompok depan dan belakang. Ane, Espe ,Epan, Cokli di depan. Meninggalkan Zaky dan Ipin di belakang. Semakin lama, sepertinya tim belakang menjadi jauh. Sedangkan tim Mapatra yag 6 orang harus benar-benar kejar waktu kereata tanggal 27. Sepertinya Mbak Ipung cs. agak lambat pergerakannya. Apalagi dia bawa si Kecil yang 7 tahun. dan mereka ga ada batas waktu sampai kapan. Akhirnya diputuskan malam itu pula. Kita berenam berpisah dengan Mbak Ipung cs. Kami harus mencapai Ranu Kumbolo malam itu. Espe pun langsung mundur ke belakang menyusul Zaky dan Ipin. Sepeti biasa, Zaky lebih suka di belakang barengin yang cewe-cewe. Ckckck. 

     "Kami tunggu di Ranu Kumbolo"
     "Iya..broo"
     "Jangan lama-lama"
     "Kita selow-selow aja"

Begitulah perpisahan kami dengan sahabat-sahabat baru. Lambaian senter. Dan akhirnya tinggal kami berenam. Tidak lagi misah-misah, rest satu orang rest semua. Jalan berbatu berakhir setelah menyelesaikan tikungan sedikit menanjak ke arah kiri. Di atasnya ada shelter kecil. Sekedar mengisi perut kami berjalan kembali. Maih saja datar berdebu. Rasanya membosankan. 

       Tidak ada akar-akar pohon yang menjulang, tidak ada tetes air di dedaunan, tidak ada. Sungguh pengalaman berbeda dibandingkan gunung-gunung di Jawa Barat. Shelter bayangan kedua kami capai. Entah pukul berapa malam itu. Tapi pos ketiga belum juga nampak. Pos 'Watu Rejeng'. Dari peta menunjukkan 3 kilometer dari 'Landengan Dowo'. kami melewati sekelompok pendaki dan bertemu banyak pendaki yang turun. (Pahala naik atau turun ga jelas, hlawong jalannya datar).Ipin agaknya kurang enak badan sepertinya, juga yang lain. Sudah lama ga gerak. Begitu katanya. Yah, maklum sih selesai lebaran. Selang beberapa saat kami berjalan lagi. Demi menepukan patok kayu bertuliskan "Watu Rejeng". Tak banyak kami tahu tentang jalur. Ini adalah pertama kalinya bagi kami berenam ke Semeru. Teman-teman sekampus juga belum pernah. Hanya berbekal beberapa lembar data yang kami print dari Mbah Google. Semaki lama jalur semakin bervariasi. Beberapa kali kami mmenemukan jalur menurun, kemudian menanjak lagi, walau masih diilang landai. dan entah sudah beberapa kali kami berbelok-belok di dinding bukit itu. Dinding bukit berhutan lebat. sampai akhirnya kita berjalan agak menurun ke bawah dan melihat segerombolan pendaki di depan sana. "Watu Rejeng". Kami sampai juga. 

       Sudah pukul 10 lewat. Dan perjalanan berikutnya akan lebih panjang. Papan menunjukkan jarak yang harus kami tempu 4,5 kilometer lagi untuk mencapai Ranu Kumbolo. Fisik semakin letih, carrier terasa makin berat. Hawa dingin kian mengikat. Diiringi debu-debu yang menggeliat. Bertebaran menutup pendangan. Debe-debi sudah layaknya kabut yang mengganggu. Beberapa kali membuat kami terbatu-batuk. Berali-kali pula kami istirahat dengan durasi yang lebih lama. Udara malam terasa begitu berat untuk terus berjalan. Sekalinya istirahat badan kami rebahkan pada dinding tanah. 10-15 menit. Minum seteguk dan mata kami terpejam sesaat. Tidur. Bangun dan berjalan lagi. Terus berjalan. Setelah berbelok kiri kemudian ke kanan pada satu punggungan bukit akhirnya kami bertemu langit luas. Langit terbuka. Ga perlu banyak bertanya kami berenam duduk berbaris menatapinya. Sedikit canda dan obrolan kami lontarkan mengalihkan kelelahan. Sedeikit terbayar pula capeknya. Lihat langit yang benderang. Dengan sejuta bintangnnya yang terpapar. 

     "Restnya agak lamaan"
Hahahaha. Penuh nada kecapaian, entah siapa yang berujar.

        Setengah jam. Kami cukupkan. Kami paksakan badan. Kembali memasuki hutan gelap. Rasanya ga sampai-sampai. Ujaran dalam hati. Ditambah lagi tracknya mulai menanjak panjang. Terus menanjak, agak berbeda dengan  trek sebelumnya. Lebih banyak tanjakan. Mungkin Ranu Kumbolo ada dibaliak bukit di depan. Kami menguatkan badan. Sampailan di pucuk bukit itu. Terlihat nun jauh disanan beberapa lampu penerangan. Sepertinya itu tenda pendaki. Kami semakin berlari. Samar-samar terlihat garis-garis tipir putih di ujung bawah. Seperti kawah. Semakin kami dekati. Itulah Ranu Kumbolo. Iya, Itu Ranu Kumbolo. sampai juga. Kami bergegar karena jalurnya menurun. Menuju bibir danau. Sampai di bawahnya kami terperangah. Terkulai lemas. Uap air Rabu Kumbolo merekah seperti kawah. Menari-nari di atasnya. Pukul 00.30 waktu Ranu Kumbolo. 4,5 jam perjalanan. Kami kelelahan. Tangan ane terasa beku. 

                                  espe-zaky-evan

       Tak perlu menunggu lama, tenda kami dirikan. Sekedar mengisi perut dengan kopi dan mie instan. Kami tidur. Pulas. Di bibir Ranu Kumbolo yang tersohor itu. 


Sebiru Langit itu...
       Pagi datang, kami bangun kesiangan. Ckckckckck. Begitu keluar tenda. Byaaaarrrr. Biru. Hamparan air nan jernih dan biru tepat di depan tenda A-rei kami. Sebuah danau yang berada di cekungan bukit-bukit yang melingkarinya. Airnya biru, sebiru langit pagi itu. beberapa tenda pendaki lain berdiri di dekat tenda kami. Tak perlu menunggu lama, kami menikmati pagi itu dengan foto-foto ria. Yaaah, sayang banget ga diabadikan. Hanya untuk mencapai danau itu kami benar-benar kecapean. Ranu Kumbolo. Eksotis. Permata biru ditengah hutan pegunungan. 


       Buka komnes. Keluarkan Logistik. Sarapan dan Ngupi-ngupi. Lucu-lucuan. Agenda pagi itu cukup panjang. Istirahat dan kembali bergerak jam 11. Waktu yang cukup panjang kita ramaikan dengan makan, ngobrol santai dengan pendaki lain. Ada keinginan untuk mandi. Karena melihat beberapa pendaki lompat bebas ke air Ranu Kumbolo, ya tapi saking dinginnya, ane urungkan niat. Bibir Ranu Kumbolo dipenuhi para pendaki dengan tenda-tendanya. Tempat ini memang tempat favorit pendaki untuk nge-camp. Tempat eksotis dan banyak air. 

       Terdengar selayu suara memanggi-panggil. Dari belakang tenda ane. Terlihat dengan jelas. Dengan senyum nya dia memanggilku. Pemuda berambut ikal berkemeja safari hitam di statiun kala itu. Ane menunjukkan tangan kepadanya. Dia juga menantap ane. Memang kayaknya ane pernah ketemu. Beberapa wajah temannya pun ane juga pernah lihat sepertinya. 

     "Yang di stasiun kan?" sapa ane
     "Iya, dari Mapatra kan?"
     "Iya"
     "Ane Hilmi, kemarin ketemu kalian pas ngambil nomor di Pangrango. Kayaknya juga ada lo"
     "Masyaallah. Hilmi dari Mahesa??"
     "Iya"

Sebegitu dia bilang Pagrango, ane langsung inget. Waktu dulu ngambil nomor ketemu temen-temen Mapala Mahesa dari Tangerang, Universitas Muhammadiyah. Kami pun berjabat tangan penuh persahabatan. Hanya ane yang kenal temen-temen Mahesa ini. Karena waktu di Pangrango ane doang yang ketemu, 5 anak yang lain ga ada. Mereka juga bakal naik ke Mahameru. Dan sudah nyampe di Ranu Kumbolo dari jam 8 malam sebelumnya. Lebih cepat dari ane. Dan pagi itu mereka juga jalan terlebih dahulu karena sudah sarapan.

     "Mau langsung ke 'Kalimati'?
     "Iya, paginya mau nge-treck ke puncak nya"
     "Hatai-hati broo. Sampai ketemu ya?"
     "Gua tunggu di puncak"
     "Hahahaha"

Mereka pun meninggalkan kami yang masih memasak ria. Masih nyantai-nyantai nikmatin Ranu Kumbolo. 

       Jam 11.00 waktu Ranu Kumbolo. Packing dimulai. Tenda dirubuhkan. Air dipenuhi di botol-botol Aqua. Matahari sudah meninggi. Dari kejauhan tampak Si Kecil dengan senyum lebarnya.

     "Akhirnya, sampai juga"   
     "Wahaaaaa. Ketemu juga akhirnya"
Mbak Ipung cs nyampai di Ranu Kumbolo juga akhirnya. Ane ngobrol sama Mbak Har.
     "Yang lain mana?"
     "Masih di belakang"
     "Kalian mau pada jalan?"
     "Iya, besok pagi mau nge-terck muncak soalnya"
     "Kita mah santai-santai aja. Lagian ada si Kecil juga"
     "Hahaha. Woles yeee. Kemarin nge-camp dimana?"
     "Di pos pertama. Yang ada rumah-rumah itu. Semalem sampai jam berapa emang masnya?"
     "Jam setengah satu"
     "Wuuiihh...lari terus nih yee"
     "Maklum kejar kereta"

       Tepat setelah Mbak Ipung cs. beerkumpul dengan timnya, ane berenam selesai dengan packing kita. Wajib PDH dan Slayer. Kemudian kami bergerak kembali. Pukul 11.50 Waktu Ranu Kumbolo. Malam dingin di Ranu Kumbolo dibalas dengan siang terik berdebu. Untung ane bawa kacamata. Kepala pada 'brukut'. Tertutup alias full face. PDH Hitam. Kami udah mirip Tim Gegana. Hitam-hitam berenam, berjalan bebarengan. Hahahaha. Jalan datar di pinggir danau kemudian menanjak pada satu bukit di pinggir danau. Cemara-cemara tinggi sedikit menutup matahari. Kami memutari 1/4 bibir danau hingga sampai pada Pos 4-Ranu Kumbolo yang sebenarnya. Ada bangunan permanen dengan lebih banyak tenda. Ternyata kita salah bikin camp. Pemandangan dari sini jauh lebih indah dari tempat camp kami tadi. Dua turunan bukit yang menurun dan bertemu di ujung danau. Seperti segitiga yang dibalik. Jika pagi, matahari akan muncul tepat di pertemuan dua bukuit itu dan memantulkan cahayanya pada air tenang Ranu Kumbolo. 
     "Lain kali kita harus ngecamp disini"

"Tim Gegana - Ekpedisi Mapatra - Trip to Semeru 2012 - Ranu Kumbolo 2.400 mdpl"


Di sekitar pos ini akan ditemui beberapa batu nisan pendaki. Dan 'Tanjakan Cinta' pun sudah menanti di depan kami. Jalan setapak sepanjang kurang lebih 200 meter. Menajak lempeng. Ada mitosnya. Katanya jika sepasang kekasih berjalan berbarengan tanpa berhenti maka cinta mereka bakal laggeng. Katanya sih. 

       Ini nih tanjakan cintanya. Tepat di belakang kami. Langit birunya indah bukan??


Hanya perlu 20 menit untuk berjalan lempeng di tanjakan itu. Sampai di atasnya kami istirahat cukup panjang. Haaah....haaaaa. Nafas kami menghembuskan nada kecapekkan. Menunggu Si Ipin yang agaknya ga enak badan. Lebih lambat dari yang lain. Sambil santai sejenak. Pandangin Si Kumbolo. Ga ada bosan-bosannya emang.

tuh, Ipin yang paling eksis gayanya











       Dari Tanjakan Cinta, jalanan menurun kembali menuju sebuah padang lavender yang sangat luas. Lagu 'ninja hatori' sangat cocok buat perjalanan ini. Jalan naik sebentar,turun lagi, kemudian jalan datar yang membosakan lagi berdebu. Begitu pula di 'Oro-oro Ombo'. Oro-oro berasal dari kata rawa-rawa . Sedangkan 'Ombo' berarti Luas, basa Jawa. Sepajang padang luas yang menguning lavendernya ini sangat panas berdebu. Jika kalian ke sini di musim kemarau, mungkin bakal ngliaht lavender yang masih Ungu. Jauh lebih indah dari yang ini. Lavender-lavender setinggi perut. Jalan setapak telihat seperti garis semut. Dan para pendaki yang melewatinya mirip semut-semut hitam merarayap. Kecil-kecil. Jauh du ujung sana, dimana mulai terlihat pepohinan cemara. Di sanalah Pos 5 berada. Pos 'Cemoro Kandang'.

Menyusuri Oro-oro Ombo















       Setelah berjalan 2,5 kilometer dari Ranu Kumbolo, sampailah kita di Pos 4. Udara terik langung digantikan dengat teduh pepohanan cemara yang jarang populasinya. Beberapa bahkan seperti habis terbakar. Jam menunjukkan pukul 12.50 waktu Cemoro Kandang. Kami istirahat sejenak. Nyeduh EktraJos. Isi stamina sebelum meneruskan perjalanan. 

       Sedikit lebih teduh memang, tapi masih saja berdebu. Jalur di Cemoro Kandang pun mulai menanjak membelah gunung Kepolo dan gunung Jambangan. Tepat ditengah-tengahnya. Puncak Mahameru berdiri tepat di belakang gunung Kepolo. Benar-benar tak terlihat. Kami lenih sering nge-rest disini. Akar-akar pohon cemara yang tumbang banyak ditemuka. Perjalanan sangat lama kami tepuh di jalur ini. Sampai pada belokan kecil melewati sungai yang mati. Jalur terasa lebih menajak. Zaky dan Ipin jauh tertinggal di belakang. Sampai di titik teratas pertemuan Kepolo dan Jambangan, ane berempat istirahat cukup lama pada tanah yang agak lapang. Bersandar pada cemara besar. Sudah hampir sore. Di situ banyak juga pendaki lain beristirahat. Ipin dan Zaky belum juga terlihat. Setelah mereka berdua terlihat kami berempat berjalan lagi. Tak jauh dari tempat kami istirahat adalah Pos 6-Jambangan. Di ketinggian 2.600 mdpl. Setelah pos ini jalan sudah tak menanjak lagi, malah cenderung menurun. Bunga Edelweis mulai terlihat di sana sini. Dan Puncak Mahameru terpapar jelas di depan mata kami. Gagah. Gagah luar biasa. Tanah berpasir tempat beremayam para dewa. Pujaan pendaki seantero dunia.


batu, espe, cokli.......tepat dibelakangnya, Mahameru


       Kami terus berjalan. Zaky dan Ipin masih di belakang. Kata pendaki lain yang kami temui, Kalimati sudah dekat kalo sudah sampai di Jambangan. Kami pun bergegas. Benar saja. Hanya 25 menit dari pos 6, kami bertemu padang tebuka. Kalimati. Pos 7. Di ketinggian 2.700 mdpl. Hampir mirip dengan Surya Kencana di Gunung Gede. Tapi edelweisnya tak sebanyak disana. Lagipun edelweis di sini lebih kecil-kecil bunganya. Warnanya kuning cerah, manis. Suasana suka menyambut hati kami. Sedekit lagi. Puncak sudah berdiri megah di depan. Di Kalimati ini kami akan membuka camp lagi. Istirahat untuk kembali bangun tengah malam nanti menuju Puncak Para Dewa. 

       Tepat pukul 03.55 sore waktu Kalimati kami sampai di dekat bangunan permanen penanda pos 5. Tepat di pinggir hutan terakhir. Sejam kemudian Ipin datang dengan berjalan tergontai-gontai.

     "Zaky mana pin??"

     "Tadi ketemu temennya di deket Jambangan. Terus ngambil air ke Sumber mani katanya. Udah gua tinggal aja"
     "Yoweslah kalo gitu."


       Malam pun datang. Kami bermalam kembali di hutan. Tapi kali ini lebih dekat dengan tujuna kami. Puncak Mahameru. Sungguh perjalanan panjang untuk sampai disini. Dari Ranu Pane sampai Kalimati, lagit biru bersih tanpa bercak sedikitpun selalu menggiurkan naluri kami. Menggugah kembali semangat kami jika tertunduk lelah. Dan kini, kami siap meneruskan bagian akhirnya. Finishing Touch.
       
       Malam yang mewangi ditemani edelweis-edelweis yang menguning...
       Para dewa, kami datang, di depan puncak kami kan bermalam...   
       Tunggu saja kami !!!


     

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top