dan nikmati setiap prosesnya.

Saturday, December 03, 2016

[ Di Bumi Allah, Jakarta ]

#411 - 4 November 2016


Seba'da dhuhur, hari Kamis 3 November 2016. 

Sebelum-sebelumnya masih belum yakin akan mengambil ijin di hari Jum'at untuk hadir di Jakarta. Pertama karena cuti sudah habis. Kedua karena belum yakin. 

Meskipun sudah banyak broadcast di grup WA yang menyerukan untuk hadir sholat Jum'at di Masjid Istiqlal. Sudah banyak video yang saya download di grup WA pula, sayangnya belum saya tonton. Sudah banyak pemberitaan di media sosial untuk umat Islam agar ikut Aksi Bela Islam 2 dengan agenda meminta aparat dan pihak pemerintah untuk menangkap seseorang yang telah terang-terang menistakan agama Islam. Sudah sering intervensi dari rekan kerja, "Cuti habis? Kan bisa ijin, cuma minus 10 poin. Cincailah." Teman saya yang satu itu menggulung senyum.

Qodarullah, di 5 menit akhir jam istirahat siang. Saya buka satu video kiriman di grup WA. Ust. Suhari Abu Fatih menyeru kepada kaum muslimin untuk datang ke Jakarta, memenuhi panggilan para Ulama. "Ulama kalian sudah memanggil, maka penuhilah panggilan itu." Kemudian Ust. Suhari membacakan Surat At Taubah ayat 38.

Ada hati kecil yang tersentak. Mengaduk-aduk segala rasa tidak yakin itu. Maka panggilan mana lagi yang harus kutunggu-tunggu lagi? 

Sedetik kemudian, saya menghubungi istri yang sedang mengandung 8 bulan. Minta ijin. Bagaimana jawabannya? "Bela Alqur'an kita, Abii". Sambil mengelus-elus perut buncitnya. Singkat, jelas. Mata ini berkaca-kaca.

Al Jumu'ah. Selalu indah. Bukankah kita menikah di Hari Jum'at?

Sepagi itu ia sudah sibuk membangunkan dan menyiapkan segala bekal untuk hadir di Jakarta. Pagi itu kupeluk istri lebih lama. Air mengalir di sudut matanya. Semoga perjuanganmu dan bayi yang masih kau kandung menjadi Lillah. 

Al Jumu'ah. Sebuah syiar nan indah.



Sepagi itu pula, 2 juta muslimin dan muslimat memenuhi Masjid Istiqlal. Lautan manusia tumpah hingga ke jalan-jalan: dari depan Istiqlal hingga Bundaran HI. Panji-panji dan bendera-bendera dikibarkan. Hampir semua ormas Islam bersatu. Tak ada lagi urusan perbedaan pendapat. Bukankah selama ini kita rindu persatuan seperti ini? Bukankah dari dulu kita selalu ramai soal penentuan awal ramadhan yang berbeda-beda?

Menjadi semut Ibrahim di tengah-tengah lautan manusia. Berdesak-desakan dengan tertib. Berulang kali saya tertegun, merenung. Barangkali di Masjidil Haram juga seperti ini. Barangkali di Yaumul Hisab nanti akan lebih payah dibanding ini. Berulang-ulang kali saya bersyukur, diberi kesempatan menjadi bagian dari sejarah.




Terserah kalian mau bilang apa, kepada saya (dan kami) untuk hari ini.
Terserah media mau memberitakan apa, tentang saya (dan kami) pada hari ini.
Terserah...

Saya hanya ibarat butir debu, kecil. Yang sudah saya lakukan untuk agama ini juga baru sebutir debu. Setidaknya jika nanti ditanya, saya punya jawaban bahwa saya di pihak mana.

#411




Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top