24-27 Agustus 2012, Summit Note
Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut `Ranu Kumbolo`
Menatap jalan setapak
Bertanya-tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta
Mahameru berikan damainya
Didalam beku `Arcapada`
Mahameru sebuah legenda tersisa`Puncak Abadi Para Dewa`.....
~Mahameru - Song of Dewa19 (1994)~
Gunung
Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676
mdpl. Gunung ini masih aktif dan melakukan erupsi setiap beberapa menit
dari kawahnya, Jonggring Saloka. Bagi pendaki yang beruntung, ia mereka
dapat melihat hembusan wedus gembel dari puncak Gunung ini. Posisi
gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang
dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT.
Untuk mencapainya hanya ada satu jalur, yaitu Jalur Ranu Pane. Ranu Pane
merupakan desa terakhir di Kabupaten Lumajang. Sekaligus titik awal
pendakian yang berapa pada ketinggian 2.200 mdpl. Disini juga merupakan
sekretariat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru(TNBTS) berada. Dapat
dicapai dari Malang via Tumpang naik Jeep atau truk sayur (sebagian
besar pendaki lewat jalur ini) dan dari Lumajang naik Jeep atau
pick-up.
Jalur
pendakian via Ranu Pane akan membawa para pendaki pada treck yang datar
berkelok-kelok. Tidak ada tanjakan atau turunan yang berarti. Tapi hanya
disuguhkan jalur panjang yang akan membosankan, sekaligus berdebu,
sekalipun di waktu malam. Jalur tersebut meupakan jalur yang menyisir
gunung-gunung kecil di sepanjang pegunungan Semeru. Dan tanjakan
ekstra-ekstrim hanya akan didapati di akhit trek terebut, yaitu pada
sebukit gersang berpasir halus, itulah Puncak Semeru. Oleh karena itu
para pendaki lebih sering menyebut bukit itu Mahameru. Puncak tertinggi
di Semeru. Sepanjang jalur pendaki akan melewati G. Ayek-Ayek, G.
Jambangan dan G. Kepolo. Selain itu bakal disuguhkan banyak
tempat-tempat eksotis seperti Watu Rejeng pd Gunung Ayek-Ayek, Danau
Ranu Kumbolo yang tersohor, Tanjakan Cinta, Oro-oro Ombo (sebuah padang
lavender yang sangat luas) dan Situs Arcapada.
Menembus Hutan, Menyibak Malam, Berjuta Bintang
Tepat pukul
18.15 Jeep yang kami tumpangi sampai di Ranu Pane. Hawa dingin menusuk
meyambut kulit kami. Tapi tak memupus semangat kami untuk meneruskan
perjalanan. Begitu pula para pendaki yang lain. Ranu Pane kala itu rame
dengan para pendaki. Entah berapa puluh, kebanyakan adalah mereka yang
turun. Ditemani Mbak Ipung, ane mengurus simaksi untuk perijinan
pendakian. Ga beda jauh dengan simaksi di taman nasional lain. Cuma kalo
disini harus pake Surat Sehat dari dokter. 13 Orang dalam daftar. Malam
itu kami akan langsung bergerak menuju Ranu Kumbolo. Pos ke-4 pada
peta. Setelah mengisi perut di warung kami bergegas. Dengan tim yang
sama. Tepat di pukul 20.00 waktu Ranu Pane. Bismillah
Pos Ranu Pane, simaksi dan briefing
Sinar bulan
menjadi kelabu, karena kabut gunung yang mengadu. Kami berjalan, gapura
Slamat Datang sudah terlewat. Melewati jalan tanah lebar di antara kebun
warga Tengger. 15 menit berselang, berbelok kiri melewati jalan setapak
kecil yang menanjak. Debu langsung bertebaran diayak kaki-kaki dekil
penakluk rimba. Ladang warga sudah tak nampak, kami mulai memasuki hutan
gelap. Senter menjadi mata kami. Setelah tanjakan berakhir jalan
menjadi datar dan bertatakan batu bata. Buka tanah, mirip jalan di
kraton kraton jaman dulu. Tak lama berselang sampailah kami pada Pos
ke-2, 'Landengan Dowo'. 3 kilometer dari Ranu Pane.
Oh, iya
sepanjang jalur Pendakian Semeru pendaki tak perlu khawatir sekalipun
berjalan di waktu malam. Penanda tiap pos dan shelter sangat jelas
disertai jarak tiap pos. Sangat membantu dalam memperkirakan waktu
perjalanan. Pos satu kami tempuh dengan cepat dan mudah. Kami terus
meringsek ke dalam hutan. Jalut bertatakan batu-bata ga ada habisnya.
Sungguh-sungguh 'Dowo (panjang)'. Sesuai namanya. Kami menyisir punggung
kiri sebuah bukit. Lama-kelamaan tim terpisah menjadi 2, seperti
kebanyakan pendakian. kelompok depan dan belakang. Ane, Espe ,Epan,
Cokli di depan. Meninggalkan Zaky dan Ipin di belakang. Semakin lama,
sepertinya tim belakang menjadi jauh. Sedangkan tim Mapatra yag 6 orang
harus benar-benar kejar waktu kereata tanggal 27. Sepertinya Mbak Ipung
cs. agak lambat pergerakannya. Apalagi dia bawa si Kecil yang 7 tahun.
dan mereka ga ada batas waktu sampai kapan. Akhirnya diputuskan malam
itu pula. Kita berenam berpisah dengan Mbak Ipung cs. Kami harus
mencapai Ranu Kumbolo malam itu. Espe pun langsung mundur ke belakang
menyusul Zaky dan Ipin. Sepeti biasa, Zaky lebih suka di belakang
barengin yang cewe-cewe. Ckckck.
"Kami tunggu di Ranu Kumbolo"
"Iya..broo"
"Jangan lama-lama"
"Kita selow-selow aja"
Begitulah
perpisahan kami dengan sahabat-sahabat baru. Lambaian senter. Dan
akhirnya tinggal kami berenam. Tidak lagi misah-misah, rest satu orang
rest semua. Jalan berbatu berakhir setelah menyelesaikan tikungan
sedikit menanjak ke arah kiri. Di atasnya ada shelter kecil. Sekedar
mengisi perut kami berjalan kembali. Maih saja datar berdebu. Rasanya
membosankan.
Tidak ada
akar-akar pohon yang menjulang, tidak ada tetes air di dedaunan, tidak
ada. Sungguh pengalaman berbeda dibandingkan gunung-gunung di Jawa
Barat. Shelter bayangan kedua kami capai. Entah pukul berapa malam itu.
Tapi pos ketiga belum juga nampak. Pos 'Watu Rejeng'. Dari peta
menunjukkan 3 kilometer dari 'Landengan Dowo'. kami melewati sekelompok
pendaki dan bertemu banyak pendaki yang turun. (Pahala naik atau turun
ga jelas, hlawong jalannya datar).Ipin agaknya kurang enak badan
sepertinya, juga yang lain. Sudah lama ga gerak. Begitu katanya. Yah,
maklum sih selesai lebaran. Selang beberapa saat kami berjalan lagi.
Demi menepukan patok kayu bertuliskan "Watu Rejeng". Tak banyak kami
tahu tentang jalur. Ini adalah pertama kalinya bagi kami berenam ke
Semeru. Teman-teman sekampus juga belum pernah. Hanya berbekal beberapa
lembar data yang kami print dari Mbah Google. Semaki lama jalur semakin
bervariasi. Beberapa kali kami mmenemukan jalur menurun, kemudian
menanjak lagi, walau masih diilang landai. dan entah sudah beberapa kali
kami berbelok-belok di dinding bukit itu. Dinding bukit berhutan lebat.
sampai akhirnya kita berjalan agak menurun ke bawah dan melihat
segerombolan pendaki di depan sana. "Watu Rejeng". Kami sampai juga.
Sudah
pukul 10 lewat. Dan perjalanan berikutnya akan lebih panjang. Papan
menunjukkan jarak yang harus kami tempu 4,5 kilometer lagi untuk
mencapai Ranu Kumbolo. Fisik semakin letih, carrier terasa makin berat.
Hawa dingin kian mengikat. Diiringi debu-debu yang menggeliat.
Bertebaran menutup pendangan. Debe-debi sudah layaknya kabut yang
mengganggu. Beberapa kali membuat kami terbatu-batuk. Berali-kali pula
kami istirahat dengan durasi yang lebih lama. Udara malam terasa begitu
berat untuk terus berjalan. Sekalinya istirahat badan kami rebahkan pada
dinding tanah. 10-15 menit. Minum seteguk dan mata kami terpejam
sesaat. Tidur. Bangun dan berjalan lagi. Terus berjalan. Setelah
berbelok kiri kemudian ke kanan pada satu punggungan bukit akhirnya kami
bertemu langit luas. Langit terbuka. Ga perlu banyak bertanya kami
berenam duduk berbaris menatapinya. Sedikit canda dan obrolan kami
lontarkan mengalihkan kelelahan. Sedeikit terbayar pula capeknya. Lihat
langit yang benderang. Dengan sejuta bintangnnya yang terpapar.
"Restnya agak lamaan"
Hahahaha. Penuh nada kecapaian, entah siapa yang berujar.
Setengah
jam. Kami cukupkan. Kami paksakan badan. Kembali memasuki hutan gelap.
Rasanya ga sampai-sampai. Ujaran dalam hati. Ditambah lagi tracknya
mulai menanjak panjang. Terus menanjak, agak berbeda dengan trek
sebelumnya. Lebih banyak tanjakan. Mungkin Ranu Kumbolo ada dibaliak
bukit di depan. Kami menguatkan badan. Sampailan di pucuk bukit itu.
Terlihat nun jauh disanan beberapa lampu penerangan. Sepertinya itu
tenda pendaki. Kami semakin berlari. Samar-samar terlihat garis-garis
tipir putih di ujung bawah. Seperti kawah. Semakin kami dekati. Itulah
Ranu Kumbolo. Iya, Itu Ranu Kumbolo. sampai juga. Kami bergegar karena
jalurnya menurun. Menuju bibir danau. Sampai di bawahnya kami
terperangah. Terkulai lemas. Uap air Rabu Kumbolo merekah seperti kawah.
Menari-nari di atasnya. Pukul 00.30 waktu Ranu Kumbolo. 4,5 jam
perjalanan. Kami kelelahan. Tangan ane terasa beku.
espe-zaky-evan
Tak perlu
menunggu lama, tenda kami dirikan. Sekedar mengisi perut dengan kopi dan
mie instan. Kami tidur. Pulas. Di bibir Ranu Kumbolo yang tersohor
itu.
Sebiru Langit itu...
Pagi datang,
kami bangun kesiangan. Ckckckckck. Begitu keluar tenda. Byaaaarrrr.
Biru. Hamparan air nan jernih dan biru tepat di depan tenda A-rei kami.
Sebuah danau yang berada di cekungan bukit-bukit yang melingkarinya.
Airnya biru, sebiru langit pagi itu. beberapa tenda pendaki lain berdiri
di dekat tenda kami. Tak perlu menunggu lama, kami menikmati pagi itu
dengan foto-foto ria. Yaaah, sayang banget ga diabadikan. Hanya untuk
mencapai danau itu kami benar-benar kecapean. Ranu Kumbolo. Eksotis.
Permata biru ditengah hutan pegunungan.
Buka komnes.
Keluarkan Logistik. Sarapan dan Ngupi-ngupi. Lucu-lucuan. Agenda pagi
itu cukup panjang. Istirahat dan kembali bergerak jam 11. Waktu yang
cukup panjang kita ramaikan dengan makan, ngobrol santai dengan pendaki
lain. Ada keinginan untuk mandi. Karena melihat beberapa pendaki lompat
bebas ke air Ranu Kumbolo, ya tapi saking dinginnya, ane urungkan niat.
Bibir Ranu Kumbolo dipenuhi para pendaki dengan tenda-tendanya. Tempat
ini memang tempat favorit pendaki untuk nge-camp. Tempat eksotis dan
banyak air.
Terdengar
selayu suara memanggi-panggil. Dari belakang tenda ane. Terlihat dengan
jelas. Dengan senyum nya dia memanggilku. Pemuda berambut ikal berkemeja
safari hitam di statiun kala itu. Ane menunjukkan tangan kepadanya. Dia
juga menantap ane. Memang kayaknya ane pernah ketemu. Beberapa wajah
temannya pun ane juga pernah lihat sepertinya.
"Yang di stasiun kan?" sapa ane
"Iya, dari Mapatra kan?"
"Iya"
"Ane Hilmi, kemarin ketemu kalian pas ngambil nomor di Pangrango. Kayaknya juga ada lo"
"Masyaallah. Hilmi dari Mahesa??"
"Iya"
Sebegitu dia bilang
Pagrango, ane langsung inget. Waktu dulu ngambil nomor ketemu
temen-temen Mapala Mahesa dari Tangerang, Universitas Muhammadiyah. Kami
pun berjabat tangan penuh persahabatan. Hanya ane yang kenal
temen-temen Mahesa ini. Karena waktu di Pangrango ane doang yang ketemu,
5 anak yang lain ga ada. Mereka juga bakal naik ke Mahameru. Dan sudah
nyampe di Ranu Kumbolo dari jam 8 malam sebelumnya. Lebih cepat dari
ane. Dan pagi itu mereka juga jalan terlebih dahulu karena sudah
sarapan.
"Mau langsung ke 'Kalimati'?
"Iya, paginya mau nge-treck ke puncak nya"
"Hatai-hati broo. Sampai ketemu ya?"
"Gua tunggu di puncak"
"Hahahaha"
Mereka pun meninggalkan kami yang masih memasak ria. Masih nyantai-nyantai nikmatin Ranu Kumbolo.
Jam 11.00
waktu Ranu Kumbolo. Packing dimulai. Tenda dirubuhkan. Air dipenuhi di
botol-botol Aqua. Matahari sudah meninggi. Dari kejauhan tampak Si Kecil
dengan senyum lebarnya.
"Akhirnya, sampai juga"
"Wahaaaaa. Ketemu juga akhirnya"
Mbak Ipung cs nyampai di Ranu Kumbolo juga akhirnya. Ane ngobrol sama Mbak Har.
"Yang lain mana?"
"Masih di belakang"
"Kalian mau pada jalan?"
"Iya, besok pagi mau nge-terck muncak soalnya"
"Kita mah santai-santai aja. Lagian ada si Kecil juga"
"Hahaha. Woles yeee. Kemarin nge-camp dimana?"
"Di pos pertama. Yang ada rumah-rumah itu. Semalem sampai jam berapa emang masnya?"
"Jam setengah satu"
"Wuuiihh...lari terus nih yee"
"Maklum kejar kereta"
Tepat
setelah Mbak Ipung cs. beerkumpul dengan timnya, ane berenam selesai
dengan packing kita. Wajib PDH dan Slayer. Kemudian kami bergerak
kembali. Pukul 11.50 Waktu Ranu Kumbolo. Malam dingin di Ranu Kumbolo
dibalas dengan siang terik berdebu. Untung ane bawa kacamata. Kepala
pada 'brukut'. Tertutup alias full face. PDH Hitam. Kami udah mirip Tim
Gegana. Hitam-hitam berenam, berjalan bebarengan. Hahahaha. Jalan datar
di pinggir danau kemudian menanjak pada satu bukit di pinggir danau.
Cemara-cemara tinggi sedikit menutup matahari. Kami memutari 1/4 bibir
danau hingga sampai pada Pos 4-Ranu Kumbolo yang sebenarnya. Ada
bangunan permanen dengan lebih banyak tenda. Ternyata kita salah bikin
camp. Pemandangan dari sini jauh lebih indah dari tempat camp kami tadi.
Dua turunan bukit yang menurun dan bertemu di ujung danau. Seperti
segitiga yang dibalik. Jika pagi, matahari akan muncul tepat di
pertemuan dua bukuit itu dan memantulkan cahayanya pada air tenang Ranu
Kumbolo.
"Lain kali kita harus ngecamp disini"
"Tim Gegana - Ekpedisi Mapatra - Trip to Semeru 2012 - Ranu Kumbolo 2.400 mdpl"
Di sekitar pos ini
akan ditemui beberapa batu nisan pendaki. Dan 'Tanjakan Cinta' pun sudah
menanti di depan kami. Jalan setapak sepanjang kurang lebih 200 meter.
Menajak lempeng. Ada mitosnya. Katanya jika sepasang kekasih berjalan
berbarengan tanpa berhenti maka cinta mereka bakal laggeng. Katanya
sih.
Ini nih tanjakan cintanya. Tepat di belakang kami. Langit birunya indah bukan??
Hanya perlu 20
menit untuk berjalan lempeng di tanjakan itu. Sampai di atasnya kami
istirahat cukup panjang. Haaah....haaaaa. Nafas kami menghembuskan nada
kecapekkan. Menunggu Si Ipin yang agaknya ga enak badan. Lebih lambat
dari yang lain. Sambil santai sejenak. Pandangin Si Kumbolo. Ga ada
bosan-bosannya emang.
tuh, Ipin yang paling eksis gayanya
Dari
Tanjakan Cinta, jalanan menurun kembali menuju sebuah padang lavender
yang sangat luas. Lagu 'ninja hatori' sangat cocok buat perjalanan ini.
Jalan naik sebentar,turun lagi, kemudian jalan datar yang membosakan
lagi berdebu. Begitu pula di 'Oro-oro Ombo'. Oro-oro berasal dari kata
rawa-rawa . Sedangkan 'Ombo' berarti Luas, basa Jawa. Sepajang padang
luas yang menguning lavendernya ini sangat panas berdebu. Jika kalian ke
sini di musim kemarau, mungkin bakal ngliaht lavender yang masih Ungu.
Jauh lebih indah dari yang ini. Lavender-lavender setinggi perut. Jalan
setapak telihat seperti garis semut. Dan para pendaki yang melewatinya
mirip semut-semut hitam merarayap. Kecil-kecil. Jauh du ujung sana,
dimana mulai terlihat pepohinan cemara. Di sanalah Pos 5 berada. Pos
'Cemoro Kandang'.
Menyusuri Oro-oro Ombo
Setelah
berjalan 2,5 kilometer dari Ranu Kumbolo, sampailah kita di Pos 4.
Udara terik langung digantikan dengat teduh pepohanan cemara yang jarang
populasinya. Beberapa bahkan seperti habis terbakar. Jam menunjukkan
pukul 12.50 waktu Cemoro Kandang. Kami istirahat sejenak. Nyeduh
EktraJos. Isi stamina sebelum meneruskan perjalanan.
Sedikit
lebih teduh memang, tapi masih saja berdebu. Jalur di Cemoro Kandang pun
mulai menanjak membelah gunung Kepolo dan gunung Jambangan. Tepat
ditengah-tengahnya. Puncak Mahameru berdiri tepat di belakang gunung
Kepolo. Benar-benar tak terlihat. Kami lenih sering nge-rest disini.
Akar-akar pohon cemara yang tumbang banyak ditemuka. Perjalanan sangat
lama kami tepuh di jalur ini. Sampai pada belokan kecil melewati sungai
yang mati. Jalur terasa lebih menajak. Zaky dan Ipin jauh tertinggal di
belakang. Sampai di titik teratas pertemuan Kepolo dan Jambangan, ane
berempat istirahat cukup lama pada tanah yang agak lapang. Bersandar
pada cemara besar. Sudah hampir sore. Di situ banyak juga pendaki lain
beristirahat. Ipin dan Zaky belum juga terlihat. Setelah mereka berdua
terlihat kami berempat berjalan lagi. Tak jauh dari tempat kami
istirahat adalah Pos 6-Jambangan. Di ketinggian 2.600 mdpl. Setelah pos
ini jalan sudah tak menanjak lagi, malah cenderung menurun. Bunga
Edelweis mulai terlihat di sana sini. Dan Puncak Mahameru terpapar jelas
di depan mata kami. Gagah. Gagah luar biasa. Tanah berpasir tempat
beremayam para dewa. Pujaan pendaki seantero dunia.
batu, espe, cokli.......tepat dibelakangnya, Mahameru
Kami terus
berjalan. Zaky dan Ipin masih di belakang. Kata pendaki lain yang kami
temui, Kalimati sudah dekat kalo sudah sampai di Jambangan. Kami pun
bergegas. Benar saja. Hanya 25 menit dari pos 6, kami bertemu padang
tebuka. Kalimati. Pos 7. Di ketinggian 2.700 mdpl. Hampir mirip dengan
Surya Kencana di Gunung Gede. Tapi edelweisnya tak sebanyak disana.
Lagipun edelweis di sini lebih kecil-kecil bunganya. Warnanya kuning
cerah, manis. Suasana suka menyambut hati kami. Sedekit lagi. Puncak
sudah berdiri megah di depan. Di Kalimati ini kami akan membuka camp
lagi. Istirahat untuk kembali bangun tengah malam nanti menuju Puncak
Para Dewa.
Tepat pukul
03.55 sore waktu Kalimati kami sampai di dekat bangunan permanen penanda
pos 5. Tepat di pinggir hutan terakhir. Sejam kemudian Ipin datang
dengan berjalan tergontai-gontai.
"Zaky mana pin??"
"Tadi ketemu temennya di deket Jambangan. Terus ngambil air ke Sumber mani katanya. Udah gua tinggal aja"
"Yoweslah kalo gitu."
Malam pun
datang. Kami bermalam kembali di hutan. Tapi kali ini lebih dekat dengan
tujuna kami. Puncak Mahameru. Sungguh perjalanan panjang untuk sampai
disini. Dari Ranu Pane sampai Kalimati, lagit biru bersih tanpa bercak
sedikitpun selalu menggiurkan naluri kami. Menggugah kembali semangat
kami jika tertunduk lelah. Dan kini, kami siap meneruskan bagian
akhirnya. Finishing Touch.
Malam yang mewangi ditemani edelweis-edelweis yang menguning...
Para dewa, kami datang, di depan puncak kami kan bermalam...
Tunggu saja kami !!!
0 comments