dan nikmati setiap prosesnya.

Monday, March 11, 2013

[ Riak-riak Rasa, Sederhananya Mereka - Part. 3 ]

16 February 2013, Diary's Note

Terima kasih ukhti buat pinjaman bukunya
Sepotong kalimat di bukunya menginspirasi tulisan ini, Riak-riak Rasa ...




Operet


       Rinti-rintik hujan begitu betahnya turun. Begitu habis matahari tak kunjung muncul pun. Hingga sore menjelang. Tetap dengan langit Kota Magetan yang masih membisu. Mulai sedikit ramai oleh warga-warga yang melepas penat setelah seharian bekerja membanting tulang mengolah tanah. Warga-warga yang ketika sore duduk-duduk santai di depan teras rumah mereka. Di sepanjang jalan, sampai sepanjang gang-gang rumah. Lebih ramai lagi para ibu-ibu yang tergopoh-gopoh menyuapi anak kecil kesayagangannya. Anak-anak kecil yang mulai belajar berjalan membuat fragmen sore itu makin riuh. Berlarian sana sini. Meledek teman seumurnya. Hingga terjadi perdebatan sengit bagi mereka, tapi lucu bagi ane. Mungkin lebih lucu lagi bagi bapak-bapak yang seharian lelah bekerja. Menjadi "OVJ" yang memberi alasan mereka untuk tertawa. Namun, untuk para ibu-ibu perdebatan kecil para anak kecil itu menjadi hal kecil untuk menggerakkan mereka menjadi penengah, hakim. Yang kalem-kalem bakal meluruh ini dan itu. Tapi yang galak-galak bakal berteriak dari kejauhan untuk melerai. Bingunglah para ibu-ibu itu melihat canda anak mereka. Senanglah bapak-bapak mendengar tawa anak istri mereka. Nikmatnya saya, menonton suguhan operet kecil di desa kecilku ini. Operet sore berjudul 'mereka yang sederhana'.

     "Eh, Iki Fredy to? Hla kowe kapan muleh lee" (Ini Fredy ya? Kapan kamu sampai?
     "Nembe enjing mau Puh" (Baru saja pagi tadi)
     "Dipapak Pakmu to?" (Dijemput Bapakmu?)
     "Injih, pendak enjing wau. Ten stasiun" (Iya, dini hari tadi. Di Stasiun)


Seperti biasa ketika pemuda-pemudi kampung yang pulang dari perantauan. Dialog-doalog tersebut pasti terucap dengan logat merekan nan kalem dan arif. Terutama para bapak-bapak dan ibu-ibu yang 'gupuh' melihat ada yang 'pulang kampung'. Selama dialog, tangan selalu dijabatnya. Semoga do'a dan restu mereka curahkan untuk ane, juga para perantau-perantau yang selalu merindukan mereka. 



     "Kowe ke neng Jakarta to, Dy?" (Kamu di Jakarta ya?)

     "Injih Puh" (Iya Puh)
     "Hla piye kerjomu neng kono?" (Bagaimana kerjaanmu disana?)
     "Kuno niki taksih sekolah kok Puh. Durung kerjo" (Aku ini masih sekolah/kuliah Puh. Belum kerja)
     "Oh, iyoo yooo. Yo ngene iki lho Mbokpuh mu iki. Wonge lali'an" (Oh, iya yaa. Ya begilah Bibimu. Sudah Pelupa)
     "Injih, mboten nopo-nopo kok Puh" (Iya, ga pa apa kok)
     "Tak dongakne sekolah sing pinter yo le" (Saya doa'akan jadi orang pintar ya)
     "Injih Puh, nyuwun pangetune" (Minta do'a restunya Puh)


Hampir seperti itulah dialog-dialog kecil setiap ane bertemu dengan tetangga-tetangga di rumah. Biasanya mereka seperti melihat orang asing. Dan aneh, mungkin. Tapi ya ane samperin aja. Langsung saya jabat tangannya. Hehee. Sekarang mereka sudah terlihat lebih mengkerut garis-garis wajahnya. Hmmm. Berbeda dengan 3 tahun lalu. Mungkin ane juga terlihat lebih tua bagi mereka. (Yah, begitulah ane. Selalu dipanggil tua sama teman-teman sajawat gara-gara umur ane paling tua. Semoga yang tua hanya umurnya. Amin). Makanya beberapa dari mereka 'pangling' kalo melihat saya. Ada yang bilang makin putih lah, makin gede lah, makin kurus lah, makin ini dan itu. Macam-macam dah. Lucu. Unik. #CintayangSederhana



       Euforbia itu masih merah dengan bunganya yang merekah. Kamboja itu juga masih tegap dengan wanginya yang tak semerbak. Beberapa tanaman bedaun hijau kecil-kecil juga masih tetap pada tempatnya yang dulu. Ibu menambah beberapa pot lagi tanaman hija kecil yang ane ga tau namanya itu. Makin rindang aja nih teras rumah. Adeem. Berenjak ke belakang rumah, kayu-kayu yang duunya berantakan sudah terlihat sedikit rapi oleh Bapak. Beberapa tangkai lombok juga ditanam ibu di belakang rumah. Wah, ini rumah apa kebon?? Hahahaha. Dibilang kebon juga ga pa pa. Yang penting nyaman. Memang rumah kecil saya tempat yang paling nyaman. Bersama mendung yang menyembunyikan senja, juga menyembunyikan puncak 'Harga Dumilah'. 

       
       Sore pertama, meriak-riakkan rasa. Maghrib pun tiba disusul Isya'. Ane sudah mulai beradaptasi kembali dengan kampung halaman, terutama soal bahasa. Hampir 2,5 tahun di Jakarta dengan bahasa sehari 'lu-gue' lama-kelamaan mulai luntur dengan 'njih-mboten'. Mulai susah lagi ngomong bahasa Jakarta di rumah. Semacam jadi Alien, orang aneh. Atau orang gila kalo ngomong Jakarta di situ. Ckckck. Untung saja walau dengan logat sedikit 'plekak-plekuk', ane masih bisa 'boso kromo'. Jadi ga malu ngobrol sopan sama orang yang lebih tua. Apa lagi ngobrol sama Bapak Ibu ane sendiri.


       Malam yang dingin itu, rencana pengen ngopi sama anak-anak (temen-temen maen dulu waktu masih di rumah) ane urungkan. Dingin. Lagi pun Si Ibu juga udah ngomel mulu waktu sebelumya ane bilang mau keluar. 



     "Neng omah ae. Njowo udan ga jane. Leren. Lereen. Ga kesel opo. Lagi teko omah wes arep nggaladak ae" (Di rumah saja. Tahu ujan ga sih. Istirahat. Baru tadi pagi nyampe rumah udah mau nglayap saja)



Iya. Capek seharian tidur maksudnya. Ckckck. Untung saja malam itu Mas Har dan Mbak Tum maen ke rumah. Jadi ada alasan eksternal buat menahan diri supaya tidak jadi ngopi keluar. Ckckck. Mulailah mereka membuka pembicaraan dengan ane, seperti biasa. Tanyakan kabar, dan bla..blaa...blaaa. Kemudian ngobrol santai dengan Bapak Ibu. Ane lama-lama juga jadi nonton mereka berempat ngobrol. Adek lagi sibuk dengan kamarnya yang tak mau diganggu. Jadi ndengerin mereka berempat ngobrol dah. Semakin bosan, cuma sesekali aja ane masuk dalam pembicaraan. Kemudian nonton TV. Sembari tiduran. Dan akhirnya pun ketiduran lagi. Malam pertama d kampung halaman, tidur panjang.




       sepanjang malam itu.....mimpi-mimpi masa lalu datang kembali padaku

       aaaarrrkhhh....sudahlah pergi
       berkali-kali kukatakan..."pergi!!!"
       namun kau datang kembali

....................................................



Riak-riak Rasa itu...
(...to be continued)
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top