dan nikmati setiap prosesnya.

Friday, March 08, 2013

[ Riak-riak Rasa, Sederhananya Mereka - Part. 1 ]

16 February 2013, Diary Note

Terima kasih ukhti buat pinjaman bukunya

Sepotong kalimat di bukunya mengisnpirasi tulisan ini, Riak-riak Rasa ...


Mereka yang Sederhana...

       Sabtu pagi itu puas mengendarai motor mengantar Si Adek ke sekolahnya, dekat dengan alun-alun kota Magetan. Di sebelah baratnya, Masjid Agung yang masih dalam renovasi sepertinya tak jauh beda penglihatannya dengan 6 bulan sebelumnya, ketika aku pulang. Tepatnya ketika bulan Ramadhan. Ckckckckc. Sudah ga sabar melihat dua calon tiang besar menjulangnya yang akan lebih memperlihatkan syiar Islam di kota kecilku ini.

       Sesampai di rumah, suasana hening pun menyapa. Bapak dan Ibu sudah berangkat ke sawah. Melakukan rutinitas di minggu-minggu panen seperti ini. 'Derep' alias 'Nyabet', atau bahasa kerennya 'Panen Padi'. Yah, kalau karyawan-karyawan berdasi mungkin rutinitas di tempat kerja setiap harinya selalu sama dari pukul 08.00-17.00, dari tanggal 1 sampai 30, dari Januari-Desember. Tapi berbeda dengan para petani-petani di desa kecil ini. Akan ada minggu-minggu panen, minggu-minggu 'tandur', minggu-minggu 'njemur' (bakal penuh tuh jalan sama jagung atau padi),  bulan-bulan 'matun'(menyiangi rumput), minggu-minggu 'eleb' (mengairi sawah) yang penuh antrian..ckckckc, minggu-minggu 'ngrabuk', sampai pada akhirnya tiba pada minggu-minggu panen lagi. Satu siklus bisa membutuhkan waktu 3-4 bulanan dah. Lama ya....? Yah, begitulah mereka. Begitu juga dengan minggu ini. Minggu panen, hampir semua warga bersuka cita dengan rizqi Tuhan karena masih bisa memanen hasil bumi mereka. Jadwal 'derep' pun dibuat secara lisan tanpa daftar/list. Ckckck.  Besok ke tempat si A, besoknya ke Si B, dan terus sampai semua kebagian. Bapak Ibu pun juga harus menyisipkan sawahnya agar masuk dalam jadwal tersebut. Mau ga mau, saling menyesuaikan.

       Dan salah satu efek dari minggu-minggu panen ini adalah setelah jam 7 pagi, jalan-jalan, rumah-rumah, gang-gang, sampai got-got pun menjadi sunyi. Hening ditinggal para warga ke sawah kebanggaannya. Bener-bener suueepiiii. Yang ada hanya beberapa toko-kelontong yang masih buka lapak. Tak seberapa. Atau mungkin hanya beberapa balita bersama ibunya, itu pun hanya duduk-duduk di depan teras rumah mereka. Kemudian masuk lagi ke dalam rumah.  Hihihihihihi. Masih udik. Unik.

       Itulah yang menyambut ane ketika nyampai di rumah. Sepiii sepoi-sepoi. Ane pun akhirnya cuma duduk-duduk bengong di teras rumah, bingung mau ngapain. Sesaat kemudian masuk ke kamar, kembali bingung pengen ngapain. Ke tempat makan pun masih bingung dengan apa yang harus dimakan. Kemudian muter-muter ga jelas di depan rumah. Sungguh sepi sepoi-sepoi, mendung pun mendulum. Hmmmmm. Sepertinya hujan mau turun. Dan menjadi tanda alam juga buat ane. Petunjuk untuk langsung meluncur ke kamar ane. Tiduuuurrr. Kabuuuur dari keheningan, ke tempat yang lebih hening.

       Keheningan ini...jauh dari hiruk pikuk ibukota, 
       aku merasa lebih damai dalam peraduanku di kamar tidurku yang mungil...



....................................................




Riak-riak Rasa itu...
(...to be continued)

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top