dan nikmati setiap prosesnya.

Friday, November 22, 2013

[ Yang Terzalimi ]

......

Aku berjalan tegap di sepanjang karpet panjang membelah barisan teman-temanku yang sudah duduk rapi dengan topi bersegi limanya. Langkahku kupastikan tetap di jalur hitam di tengah-tengah karpet tersebut seperti yang diajarkan teman di sebelah kiri bangkuku sesaat setelah aku duduk di dalam aula besar itu. Setelan jubah hitam berkerah putih ini membuat langkahku terasa kaku. Di kanan dan kiriku tergandeng dengan erat dua sosok paling bijak seumur hidupku, Bapak dan Ibu. Dengan langkahnya yang canggung dan matanya yang berkaca kaca, kami bertiga menuju podium depan. Setelah melewati barisan terdepan kami menyerong 45 derajat ke kanan meghindari tatanan taman bunga portabel nan semarak indah yang menghiasi teras panggung. Sejurus kemudian, 4 anak tangga kecil menyambut kami untuk berdiri di depan semua wisudawan dan tamu undangan. Kini di kanan dan kiriku bertambah lebih banyak orang yang kesemuanya merupakan jajaran orang penting berjalannya kampus tepatku berkuliah. Kelip putih dari kamera orang berbaju hitam-hitam itu sedikit menyilaukan mataku ketika MC mengatakan beberapa patah kata. "Selamat. Wisudawan Terb.............."

Suasana berubah saat MC belum menyelesaikan kata-katanya. Suara dari sudut kanan panggung itu menghilang perlahan. Kutengokkan pandanganku ke kanan untuk mengeceknya. namun yang kudapat adalah orang-orang penting di barisan kananku menghilang satu persatu dengan senyum datarnya. Seperti pemain sulap yang menghilangkan burung merpati dengan cepat. Aku terperangah...bingung. Kuputar kembali pandanganku dengan cepat ke arah kiri badanku. Kini sang direktur yang berdiri di sebelah kiri Ibuku pun lenyap, diikuti pria setelan hitam-hitam yang sedari tadi memencet tombol kamera mengabadikan suasana bersejarah itu. Lebih jauh lagi, grup paduan suara berjas kuning terang pun menunduk pelan kemudian tubuhnya mengasap dan menghilang dari pandanganku. Aku semakin terperangah. Mulutku menganga tanpa sedikit pun bersua. Tas tersadar pendanganku kembali lurus ke depan dan barisan wisudawan serta tamu undangan pun menjadi bak fatamorgana di gurun tandus, tubuhnya meliuk-liuk ke atas, makin ke atas meraka pun lenyap seketika. Aula besar ini kini menjadi asing bagiku. Semuanya terabstraksi menjadi kelabu. Berputar-putar mirip gugusan galaksi. Seperti halnya anak TK yang menggoreskan cat warnanya tanpa pola. Bebas dan menjadi satuan warna tak jelas. 

Lama-kelamaan genggaman tanganku mendingin setelah sebelumnya menghangat oleh keringat semangat. Kudapati sosok Bapak dan Ibuku tersenyum kecil dan sepersekian detik setelah itu, pergi menghilang bersama podium tempatku berdiri yang terbawa pusaran abstraksi itu. Aku sendiri dan berteriak. "Tidaaaaaaaa......"
...


Sabtu, 2 November 2013. Pukul 05.00 WIB

Belum selesai dengan fragmen menganehkan itu, juga belum selesai dengan teriakan kasarku itu, aku pun terjaga. Sejurus kemudian kupadati aku sedang duduk dengan kedua kakiku lurus terlentang. Badanku berkeringat basah. Aku pun mengeja keadaan. Tepat di depanku sebuah motor supra tua kiriman dari Bapakku ketika aku magang. Di bawahku hanyalah kain jarik milik Ibuku yang menjadi alas duduk, sudah kusut dan lecek. Mungkin karena tindihanku. Di kanan ada tumpukan baju, sepatu dan beberapa tas, sepertinya itu milikku. Di atasnya ada sepasang baju kerja menggantung di pilar tirai dengan ID card di tengahnya. Di kananku, kudapati sesosok pria seumuran denganku. Sepertinya aku kenal. Aku mengucek-ucek kedua mata. Yah, dia adalah Pras. Teman kuliah berbeda prodi yang berasal dari Pati, Jawa Tengah. Aku pun mulai tersadar. Aku terbangun dari mimipi. Sebuah mimpi buruk menghantui. 

Itu adalah pagi kedua ku di tanah Karawang. Karena belum mendapatkan kos-kosan baru, aku sementara hidup nomaden dan menumpang di tempat Pras. Hari Jum'at sebelumnya aku pertama kali masuk kerja. Setelah seharian penuh di kawasan pabrik sore harinya Karawang diguyur gerimis hujan. Semakin malam suasana makin dingin walaupun kosan Pras belum ada kipas angin. Aku tertidur lebih cepat. Setelah membaca beberapa bab buku ESQ temanku. Dan mimpi itu datang.

Beberapa saat kemudian HP ku berdering, seketika kuraih. Kalau saja ada kabar penting. Ternyata hanya alarm pagi. Hahh, mungkin gara-gara alarm itu juga yang merusak suasana mimpiku yang awalnya terasa indah. Seperti yang 'kuimpikan' dahulu. Atau memang kenyataan yang membuat 'impian besar orang kecil ini' hanya menjadi mimpi selama-lamanya tanpa pernah terealisasikan.

Ah...aku tak mampu berfikir lebih jauh. Kurebahkan kembali tubuhku dalam pelukan jarik dari Ibu. Dan aku pun terlelap.
...


Tiga tahun silam.....Desember 2010

Impian besar itu kupupuk sejak aku melihat record semester 1 yang mengejutkan. Ada rasa tidak percaya. Namun ini adalah hasil yang kudapatkan. Ada semacam gejolak. Yang membuatku ingin mengulang apa yang kuraih saat SMK dulu. Sepertinya ini undangan. Agar aku menetapkan mimpi untuk tetap pada trek yang mengejutkan ini. IPK tinggi.

Aku mendapatkan satu aksioma yang diajarkan Direktur Polman Astra saat program leadership sebelum ospek kampus. Mulailah dengan hasil akhir. Dan Awal tahun 2011 kumulai semester dua dengan hasil akhir yang tidak muluk-muluk. Wisudawan terbaik. Itulah 'impian'. Yang mengilhami setiap langkah pembelajaran. Apa yang harus kulakukan? Seperti kabar yang aku dapatkan dari teman-temanku. IPK tertinggi setiap prodi akan menjadi wisudawan terbaik dan nanti akan maju ke podium bersama kedua orang tua. 
...


Setelah 3 tahun perkuliahan 

Tiga tahun sudah, kami pun menyelesaikan perkuliahan dengan hasil yang cukup memuaskan. Kecuali jurusanku. Bagi jurusan lain, keobjektifan sistem perkuliahan membuat mahasiswanya dapat mengetahui hasil perkuliahan lebih awal. Dosen dan instrukturnya selalu blak-blakan masalah penilaian. Sisi baiknya, jika ada kekurangan mahasiswa pun sadar lebih awal dan dapat mengajukan remidial. Beda halnya dengan jurusanku. Sepertinya aku tidak mendapatkan keobjektifan dengan dini. Selalu di akhir dan paling akhir. Mahasiswa lebih sering mendapatkan angka jadi. Alhasil revisi nilai bahkan KHS sudah dianggap wajar. Walau bagiku itu mengherankan. Terkadang aku iri dengan teman di jurusan lain. 

Tapi aku patut bersyukur dengan hasil yang kudapat. Meski agenda UKM dan HIMMA padat di jam overtime jelang malam dan akhir pekan, aku mendapatkan komulatif yang selalu pada trek yang 'kuimpikan' walau grafik setiap semesternya naik turun hingga di paruh ke lima.

Paruh kelima ini persaingan untuk podium akhir semakin memanas. Penuh kejutan dan tanda tanya. Jurusan lain sudah memastikan calon masing-masing sedangkan jurusan ku tutup mulut soal itu. Selalu jadi tanda tanya. Dan selamanya akan menjadi tanda tanya. Tanpa pernah kutanyakan. Yang aku tahu dan semua jurusan tahu, calon-calon itu adalah tertinggi setiap jurusannya.
...


Rabu, 30 Oktober 2013. Pukul 08.30 WIB

Euforia wisuda tepat di depan kami. Gedung Aula Puri Adya Garini menjadi saksi 217 wisudawan Politeknik Manufaktur Astra di dies & natalis ke 14. Aku pun larut dalam euforia tersebut. Seakan-akan semuanya tumpah ruah jadi satu. Letup kegembiraan, foto bersama bergandeng bersama orang tua, tukang foto yang jepret sana sini, jas-jas hitam bagi yang laki-laki dan kebaya bagi yang perempuan. Kesemuanya melebur menjadi satu bingkai wisuda. 

Aku mengantarkan kedua orang tua dan kakak ku menuju kursi tamu undangan. Semua bangku penuh. Hanya tersisa beberapa baris paling belakang. Tanpa pikir panjang, aku mendatangi panitia berjas kuning di sisi tengah menanyakan. 
   "Mas, kursi undangan paling depan udah penuh ya?"
   "Kalau kursi paling depan untuk orang tua dari wisudawan terbaik." Katanya
   "Oh, sudah ditentukan ya siapa terbiaknya?"
   "Wah, belum tahu juga deh mas."
Aku berfikir sejenak. Siapa dari jurusanku. Apakah 'impian' itu hadir di sini? Ah, sepertinya tidak. Mungkin untuk dia. Lagi pun tak ada yang mengabarkan sesuatu padaku. Yah, sepertinya bukan aku. Euforia wisuda mengaburkan 'mimpi' itu. Aku mencoba tak memikirkannya. 

Dan menyadarkan diri, kemudian mengajak Bapak, Ibu dan kedua kakakku duduk di kursi belakang yang tersisa. 
...


Rabu, 30 Oktober 2013. Pukul 10.30 WIB

Tak ada yang luar biasa hari itu. Aku hanya bertanya-tanya soal role play wisuda pada teman sebalahku. Sehari sebelumnya aku tidak datang untuk gladi. Aku di Bandung menjemput Bapak dan Ibuku di tempat sudara. Dan keesokan paginya baru bertolak menuju tempat wisuda.

Sepertinya role play hari ini ribet. Harus begini begitu dan ga boleh ini itu. Aku begitu seksama memperhatikan temanku memperagakan gerakan di panggung nanti. Meleburkan 'impian' lama untuk hari bersejarah ini. Sepertinya semua berjalan seperti pada roleplay yang diceritakan teman-teman. Aku hanya mengikuti. Setelah wisudawan maju ke panggung lewat jalan tengah, prosesi wisuda, kemudian jabat tangan, mengambil plakat dan transkip nilai kemudian kembali ke bangku awal melalui jalan di sisi kanan panggung. Berjalan memutar menuju bangku awal. Tapi ada satu pemandangan yang menggelitik mataku. Ada satu orang yang berdiri di barisan paling depan di sayap kiri. Aku penasaran dan menanyakan pada teman sebelahku
   "Itu ngapain yang d depan?"
   "Wisudawan terbaik pret."
   "Oh, wes dikasih tahu yo?"
   "Iyo, wingi pas gladi."
   "Prodine awake sopo"
   "Si ...
   "Oh, emang pro IPK ne?"
   "Wah, ga reti aku. Pie pret we iso kesalip"
   "Hahaha. Durung rejeki paling."
Dari situ aku mulai belajar menerima keadaan bahwa memang sepertinya 'impian' itu bukan untuk diriku. Aku hanya bisa menjaga amanah tertinggi itu hanya sampai pada smeester 5. Dan di akhir aku kalah. Tak apalah kalau memang begitu kenyataannya. Dengan penuh rasa penasaran, kubuka transkip nilaiku. 3,63. Alhamdulillah. Masih konsisten, hanya kurang berkembang saja. 

Dan satu hal yang paling ku tunggu adalah pengumunan wisudawan terbaik jurusanku. Aku ingin tahu seberapa jauh aku terlampauhi. 

Saatnya pun tiba. MC menyabutkan nama, berikut komulitifnya diikuti Judul Tugas Akhir dan tempat dia bekerja sekarang. 

Aku terperangah...tak percaya. Sedikit pun dia tak melampauiku untuk penilaian yang kurasa paling mendekati ke-objektifan ini. Kalo aku salah kalian bisa membenarkan dan kalau pun aku benar, kalian seharusnya mengiyakan. 3,61 lebih kecil dari 3,63.

Dengan aksioma yang paling dipercaya keseluruhan mahasiswa di kampus itu, seharusnya namaku lah yang disebutkan MC, bukan yang lain. Pun mahasiswa terbaik jurusan lain mendapatkan kursinya dengan aturan main dan aksioma yang sama. Komulatif teratas. Aku tak percaya, aku tak ikhlas karena aku merasa terzalimi. 'Impian' yang telah kupupuk jauh, usaha yang kutempuh terus dan komulatif yang selalu pada trek yang kudambakan. Namun aku hanya duduk menikmati pecundangan di tengah kerumunan euforia itu.

Keributan kecil terbentuk dalam 3 barisan ku. Beberapa mengatakan padaku dengan lirih
   "Mungkin dia udah bekerja dan elu masih belum. Masak nanti dibilang "Fredy belum bekerja". Kan lucu."
   "Kok alesannya culun?. Kalo gue mau nerusin kuliah emang salah?" Jawabku tangkas.
Memang saat ini aku belum masuk kerja, aku bekerja mulai lusa, tanggal 1 November. Tapi kalo itu yang dipakai alasan aku tak mau menerima. 
   "Ah, TA lu kali, nilainya B"
   "Tuh Sigit, TA terbaik 2013 nilainya B." Jawabku geram
Sigit merupakan teman sekampung denganku. Dia telah menceritakan benyek tentang project-nya kepadaku. Dan aku juga sering minta saran kepadanya mengenai project akhirku. 
   "Ah, gara-gara ga datang gladi resik kali lu"
   "..........."
Untuk yang satu ini aku tak mampu menjawab. Sungguh alasan yang sangat tidak masuk akal. Bukannya otakku tak mampu mencari sanggahan terbaik, tapi otakku tak habis pikir menjawab alasan paling konyol, lucu dan aneh ini.

Kemudian suasana tenang kembali. Teman disampingku mecoba menguatkanku dengan menepuk-nepuk bahuku. "Tenang Pret". Katanya

Tapi pukulan pahi itu meremuk hancurkan 'impian', kepercayaan, keobjektifan dan euforia kegirangan bertoga menjadi puing-puing emosional penuh ketidak ikhlasan.

Darah koleris yang telah diwariskan oleh nenek dan bapakku menguatkan ku untuk menanyakan perihal tersebut pada Sekprod  setelah selesai seluruh rangkaian acara yang endingnya beigtu memuakkan.

   "Masih ada penilaian lain"
   "Emangnya apa itu Pak?
   "Pokoknya ada." Jawabnya santai.
Sungguh jawaban yang tak bisa kuterima. Mereka semua larut dalam euforia. Tanpa mengempati diriku yang terzalimi. Mungkin terzalimi dengan sengaja.

Ahhh...

Harusnya aku yang berjalan menyusuri karpet panjang itu, menggandeng bapak dan ibuku yang kian menua, sebagai hadiah untuknya, juga hadiah ulang tahun Adikku ke-19.

Harusnya aku memetik mimpi yang telah lama kusemai.
Sehingga mimpi itu tak seterusnya menjadi mimpi panjang, terbawa mimpi sepanjang hayat.
...


Jum'at, 2 November 2013. Pukul 06.09 WIB

Aku terjaga kembali dari mimpi panjang. Kali ini bukan dari alarm HP ku, namun dari panggilan masuk berulang-ulang. Ibuku menelpon. Sudah 3 kali panggilan tak terjawab. Dan satu pesan dari Ibuku untukku.

"Assalamu'alaikum mas, gelar juaranya jangan terlalu dipikirin nanti ganggu kerjaanmu lo. Ibu yakin Mas pasti akan mendapatkan gelar yang lain. Semangat terus ya jangan sedih."

Satu sms itu cukup membuatku mati hari itu. Berkali-kali bapak dan ibuku menelponku tapi tak kuangkat.  Berkali-kali Bapak dan Ibuku sms tak kubalas. Aku tak mampu menemukan bahasa dan bahasan terbaik hari itu. Sebagai seorang pecundang.

.................................

Ibarat liga dalam satu musim sebuah permainan bola. Aku menempati poin tertinggi dalam klasemen yang ada. Tapi di akhir musim pemenang piala dambaan itu adalah posisi kedua yang poinnya di bawahku. Hanya karena dia unggul dalam selisih gol.

Setahuku, selisih gol hanya dipakai kalau poin keduanya sama. Titik.

Sepertinya cacat ini hanya akan terjadi padaku. Lengkaplah aku mendeskripsikan diriku sebagai 'yang terpecundangi dan terzalimi' sepanjang zaman.

Jika kampus lain mengakhiri euforia dengan melempar toga ke ufuk-ufuk tinggi, aku hanya mampu melemparnya lurus di depanku. Membiarkannya tersungkur lemah di tanah.








Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

2 comments

  1. Selamaaat yaaa.. udah menang di GA keren ini.
    Semoga makin semangat ngeblog

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaaa.........hadiahnya sepertinya cocok dengan saya
      Semangat... (o)

      Delete

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top