dan nikmati setiap prosesnya.

Monday, January 20, 2014

[ Day 14 : Two Years ]

Allah know the best for us...
Barangkali menyenangkan menjadi seperti Danang A. Prabowo. Kala itu ia menuliskan 200  mimpinya di lembaran-lembaran kertas ketika memasuki bangku kuliah di IPB, Bogor. Atas percikan semangat dosennya pada suatu waktu. Dan kini ia patut berbangga, sudah menyelesaikan mimpinya yang kesekian ratus. Berkuliah di Jepang, bahkan tinggal di sana. Menikmati tunas-tunas bunga sakura yang bermekaran. Menyebarkan wangi pada dunia.

Barangkali menyerukan menjadi ibarat Andrea Hirata. Dari kampungnya yang terpencil di ujung Belitong, terselip mimpi besar mengunjungi sungai Seine, di jantung kota Paris. Atas usapan mendalam dari lisan gurunya di kelas suatu pagi. Dan buku Edensor karya tangannya telah membekukan perjalanan panjang melintasi jalanan di negri-negri Eropa, hingga Afrika. Merasakan persabatan yang begitu lekat. Menyalakan pendar yang menyilaukan mata.

Ah, aku jadi ingin seperti mereka. Beranjak dari 'kursi' yang sudah lama kududuki. Melangkah beribu tapak yang lebih jauh. 

Bukan sebenar-benar di lingkaran Asia, bukan pula di bentangan Eropa. Cukup satu titik di tengah-tengahnya. Menyeduh secangkir teh hijau hangat, sehangat semburat cahaya mentari yang terpantul di sepanjang Laut Marmara. Berkunjung ke Menara Topkapi dan indahnya surga dunia, Hagia Sophia. Memutari kota di atas sepanjang benteng batu terkuat pada masanya. Mengenang gemerincing pedang dulu yang dihunus untuk merobohkannya. Hingga sampailah aku di hadapan di Teluk Tanduk Emas. Memandang lamat-lamat Bukit Galata yang menyejarah. Dimana kapal dilayar kembangkan di atas tanahnya.


Agaknya terlalu jauh mungkin mencapai Kota Kunstantiniyah itu. Bukan untuk waktu yang singkat ini. Jadi mari sedikit kita geser, kita tarik ulur kembali ke arah tenggara Asia. Melewati Turki, Negri Syam dan sepanjang pandang Laut Merah. Maka berhentilah kita di daerah transisi dingin dan panas. Jika siang panasnya membakar ubun-ubun hingga peluh pun bercucuran. Dan malam menusuk-nusuk sulbi hingga tulang pun gemetaran. Bukan lagi daerah tropis Asia yang panas sepanjang masa, apalagi kutub dingin Eropa yang membeku setiap waktu. 

Tepat di satu lembah, diantara bukit-bukit gersang di Jazirah Arab-yang tentunya kini sudah tak sepanas beberapa pulh abad yang lalu-sepasang suami istri sedang menikmati khusuknya ibadahnya di tempat Sang Ismail r.a ditinggalkan Sang Ayahandanya. Berpuluh-puluh doa senantiasa ia panjatkan untuk mereka sendiri, anak-anak, keluarga, juga setiap fulan-fulanah yang masih mampu mereka ingat. 


Akhirnya mereka berdua menyeka lelah di satu sudut menara masjid yang menjulang. Berlindung dari terik yang sepanjang siang terpendar. Menatap jauh-jauh ujung langit langit. Teringat olehnya anak-anaknya di rumah, yang sedang belajar juga ada yang bekerja. Masih ingat titipan doa yang dihajatkan anak tertuanya sesaat sebelum keberangkatan. "Kalau sudah di sana, Bun" begitu kata anak laki-laki tertuanya. "Doain mas segera dapat jodoh yang baik. Seorang wanita shalihah.". 


Barangkali indah jika semua mimpi-mimpi kita dikabulkan oleh-Nya. 
Even I know that Allah know the best for us, 
I'll always show my will to Him
In this two years or little more, i just wanna give all of this love for them.
may Allah blesses.
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top