dan nikmati setiap prosesnya.

Wednesday, October 23, 2013

[ Kangen Hawa Dingin ]

Cibodas, 13-15 Oktober 2013 


    ...
   "Man, ngapain lo pake batik?"
   "Kan hari Jum'at."
   "Oh, bisa bisa. Besok ke Mandalawangi yook. Udah iyain aja. Lo masih nganggur kan? Nih gua dapet pinjeman jas hujan dua"
   "Siapa aja emang?"
   "Berdua aja. Tek tok. Naik malam pagi turun. Nungguin Mas Yud. Minggu Mumu mau ke air terjun sama Mbak Dina."
   "Hmmmm.....yaudah. Jadi. Woles lah. Kapan brangkat?"
   "Enaknya kapan? Siangan aja kali ya."
    ...

Jum'at malam (12/10) aku pergi ke kampus. Mau balikin laptop Alif yang kupinjam sejak bulan Mei. Sudah hampir setengah tahun laptop itu berstatus pindah kepemilikan. Sebenarnya aku merasa tak enak dengannya. Tuntutan menyelesaikan Tugas Akhir membuatku mengurungkan rasa sungkan itu. Lagian aku juga yang terlalu keterlaluan. Sebenarnya pertengahan September semua revisi sudah beres. Ngaret sebulan dari waktu yang disepakati dulu. Dan menemani dia ke Mandalawangi besok adalah bentuk permintaan maaf atas keterlaluanku padanya.

Sebenarnya saat ini aku tak terlalu berhasrat naik gunung. Walau masa tenangku terbilang panjang, aku lebih senang menghabiskannya di bilik kos-kosan. Dengan satu alasan klasik, menghemat keuangan. Lagi pula sebulan ini badai kegalauan juga menghujam-hujamku karena berkali-kali harus ke RS Fatmawati menjalani Pengobatan Radang Telinga. Aku ceritakan kegalapan itu dI hari Jum'at dan Jum'at yang lain.

Pun akhirnya kebosanan itu memuncak. Bu dokter THT terakhir bilang bahwa kalo mau bener-bener sembuh selain minum obat rutin, aku dilarang keras dehidrasi, minum es, main hujan-hujan dan bla blaa blaaa. Ketika dilarang main hujan-hujan aku pun menjadi kangen hujan-hujanan. Aku ingat, terakhir menikmatinya dengan bebas Maret lalu saat naik ke Gedhe. Aku benar benar kangen. Jakarta Utara yang panas dan keras membuatku berharap hujan datang dengan derasnya dan aku akan bertelanjang dada di roof top jemuran berdiri menyambutnya. Aku ingin hujan turun malam ini. Dan ia pun tak kunjung datang. Maka dia kudatangi saja. 

    ...

Sabtu siang (13/10) aku menuju kosan Alif. Packingan sangat sederhana. Satu daypack cukup untuk berdua. Rencananya logistik beli di Cibodas. Sebenarnya bisa saja kita naik motor berbocengan, tapi melihat kondisi motor Supra kami berdua yang menua membuat kita naik motor masing-masing beriringan. 
   "Lif, kapan terakhir ke sana?" tanyaku.
   "Dua minggu yang lalu, pas OPSI. Elu sih ga ikut."
   "Hehehe. Masih sering hujan ga di sana?"
   "Masih kayaknya, kemarin kan OPSI hujan. Baru kelihataan tuh anak-anak yang sebenarnya"
   "Siplah gua juga mau main hujan-hujanan"
    ...

Kami berdua pun berangkat. Aku hanya membuntutinya di belakang, belum tahu jalur. Alhamdulillah, belum sampai tujuan do'aku dikabulkan. Belum sampai setengah perjalanan hujan turun, di Pasar Rebo. Setelah mulai reda kami melanjutkan dengan memakai jas hujan. Hujan-hujan bebasnya di gunung, bukan di jalan. Selanjutnya macet parah di Depok dibayar lunas dengan hujan lebih deras dari Cibinong hingga Bogor. Bener bener ditumpahin itu air. Nikmat banget. Puji syukur ya Allah.


Pukul 5 sore aku sampai di warung-warung di Cibodas. Tak menemukan si Alif. Terakhir kulihat mantel kuningnya di daerah Taman Safari, Cisarua. Dia pasti di depan dan aku selalu di belakang. Tak mungkin aku mendahuluinya. Kalaupun iya, aku akan langsung mengendurkan putaran gas dan membelakang. HP dan dompetnya terbawa di dalam mantelku. Tiga kali memutari area tersebut dan tak melihat muka nyengirnya. Aku pun turun kembali ke pertigaan Cobidas dengan harapan menemui dia yang sedang duduk merokok menungguku, seperti di perjalanan tadi.  Belum sampai pertigaan, dia sudah mengendarai motor naik dan aku pun menujuknya dengan jariku.

   "Ini dia orangnya. Kok bisa dibelakang?"
  "Gua kira elu kenapa-kenapa di belakang man. Ga nongol-nongol. Udah berapa kali gua berhenti nungguin elu. Di kebun teh, pertigaan. Ngrokok aja. HP di elu. Dompe di elu juga. Bensin juga mau habis."
   "Gua dari jam 5 udah di atas. Di pertigaan lu ga ada, ya gua langsung naik."
    ...

Kami berdua naik kembali menuju warung di Cibodas. Warung Mang Idi. Tempat janjian kami dengan Mumu besok. Makan malam dan segelas jamu akar bumi andalan Alif menemani kami malam itu. Dingin, yaaah dingin. Tak sekalipun aku berjaket berkaus kaki. 

Kuizinkan jengkal-jengkal tubuh ini mendingin oleh hembusan angin membawa titik-titik kabut. Merasuk dan menyejuk.

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top