dan nikmati setiap prosesnya.

Sunday, June 15, 2014

[ Berhala Kupu-Kupu ]

Ada satu aksioma klasik dalam peradaban Islam yang diformulasikan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq. Khalifah pertama. Menurut beliau, jika pasar memenangi Masjid, maka Masjid akan mati. Tapi jika Masjid memenangi pasar, maka pasar akan hidup. Maka diantara misi peradaban Islam adalah menjaga agar Masjid memenagi pasar, karena itu berarti juga menjaga kehidupan pasar. Misi itu kini kelabu, karena pasar telah memenangi masjid. Ekonomi kita pun disebut ekonomi pasar. Bahkan sekejap lagi, akan ada ‘pasar bebas’.

Di awal telah dijelaskan bahwa sangat keliru mengidentifikasi jahiliyah sebagai keterbelakangan. Ya, memang. Dalam masyarakat terbelakang mungkin kita akan menemukan jahiliyah dalam bentuk yang mudah dienali karena juga ‘primitif’. Tetapi estafet jahiliyah telah diterima dengan manis oleh generasi penerus. Berdengunglah kini seruan menuju tatanan dunia baru. Ya, inilah dunia baru yang jahiliyahnya begitu tertata. Ia menjadi teori-teori ilmiah yang sulit dibantah. Ia menjadi istilah-istilah mewah yang diucapkan dengan gagah. Ia menjadi sistem-sistem terstruktur yang menggerakkan roda politik, gerigi ekonomi, rantai sosial, dan patron budaya.

Berhala-berhala seakan berlomba untuk merubah wujudnya agar tampil lebih elegan di putaran zaman. Ada yang tak banyak merubah dirinya seperti penyembahan benda angkasa. Penyembahan bintang dan benda angkasa hanya memindah tempat ibadahnya ke halaman tabloid dan majalah. Ia berganti nama baru: zodiak dan horoskop.

Ada juga yang metamorfosisnya hampir sempurna. Inilah berhala kupu-kupu. Dunia sedang menyaksikan da’wah agama paganis-konsumerisme melalui iklan di televisi. Dan setiap waktu berbondonglah penyambut seruan itu menuju tempat-tempat ibadah elegan yang kini menjamur sampai pinggir kota: Mall-mall megah.

Allah memberikan pasar sebagai tempat tinggal bagi Iblis. Anak turunnya telah membangunnya menjadi istana peribadatan yang megah. Di sini bertahta berhala baru bernama Trend dan Mode. Mungkin ini metamorfosis sempurna dari Lataa dan ‘Uzza. Mereka didesain menjadi salah satu sumber pemborosan. Pemborosan adalah proyek memperbanyak saudara syaithan.

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan, dan syaithan itu sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al Israa’ 27)

Ini bukan soal pemenuhan kebutuhan. Karena kini orientasi massa telah diubah dari need kepada want. Bukan soal punya uang atau tidak punya uang. Ini soal eksploitasi –ekonomi, budaya bahkan politik- terhadap konsumen dengan imaji-imaji sesat. Iklan telah mengajarkan bahwa wanita dihargai hanya sebatas kilau rambut, kemulusan wajah dan putihnya kulit. Iklan telah mendidik kita untuk menstandarkan kebenaran pada penilaian manusia kebanyakan tanpa nalar dan sikap kritis. Inilah varises yang menyerang pembuluh peradaban kemanusiaan. Bahkan di sini, di dalam rumah kita, benda-benda telah menjadi rujukan utama dalam menyikapi kehidupan. Ukuran mulia dan hina telah terjenjang dalam besaran materi.

“Adapun manusia apabila Rabbnya menguji, lalu ia dimuliakan, dan diberiNya kesenangan, maka ia berkata, “Rabbku memuliakanku”. Adapun bila Rabbnya menguji lalu membatasi rizqinya, dia berkata,”Rabbku menghinakanku!” (Al Fajr 15-16)

Berhala-berhala itu bermetamorfosis. Sempurna. Bagaikan kupu-kupu. Hati-hatilah jika ia sempat bertelur di lekuk-lekuk otak. Maka ia menjadi teori-teori ilmiah, riset-riset empiris, dan subjektivitas yang diobjektivikasi. Dan disembah.

Berhala-berhala itu bermetamorfosis. Sempurna. Bagaikan kupu-kupu. Hati-hatilah jika ia sempat bertelur di labirin hati. Jadilah ia berhala terbesar yang akan bertahta dalam jiwa. Namanya, hawa nafsu. Dan disembah.

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sembahannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya? Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan  hatinya dan meletakkan tutupan di atas penglihatannya...” (Al Jatsiyah 23)

Ada kata-kata menarik dari Sidharta Gautama dalam Samyutta Nikaya I:117 tentang sang hawa nafsu. “Seandainya ada gunung emas, dua kali lipat sekalipun tidak akan cukup untuk memuaskan satu orang manusia. Pahamilah hal ini, dan hiduplah sepatutnya.” Mirip hadits tentang emas seberat gunung Uhud bukan? Tapi sayang. Sidharta juga disembah sebagai berhala. Who knows? Bisa jadi kelak dia akan berlepas diri di hadapan Allah dari semua yang menuhankannya. Yang jelas, berhala-berhala itu bermetamorfosis. Sempurna. Bagaikan kupu-kupu.[]



(Dari buku Salim A. Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, halm: 56-58)
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Jeda . . .
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham | Distributed by Tech Leaps

Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top